BJ Miller: What really matters at the end of life
BJ Miller: Yang terpenting dalam akhir hayat
Using empathy and a clear-eyed view of mortality, BJ Miller shines a light on healthcare’s most ignored facet: preparing for death. Full bio
Double-click the English transcript below to play the video.
were horsing around,
a parked commuter train.
sebuah kereta yang sedang berhenti.
with the wires that run overhead.
dengan kabel-kabel di atasnya.
like a great idea at the time.
tampak seperti ide bagus saat itu.
yang lebih bodoh.
and that was that.
dan begitulah terjadinya.
saat itu masih berfungsi?
untuk solidaritas.
with death -- my death --
dengan kematian -- kematian saya --
my long run as a patient.
saya sebagai seorang pasien.
of dysfunction --
a hospice and palliative medicine doc,
pasien terminal dan paliatif,
who goes into healthcare
yang bekerja dalam layanan kesehatan
are also unwitting agents
di dalamnya juga tidak peka
does not serve.
tidak melayani.
answer to that question,
untuk pertanyaan itu,
with diseases, not people, at its center.
penyakit, bukan orang, sebagai pusatnya.
it was badly designed.
itu dirancang dengan buruk.
of bad design more heartbreaking
tak bisa lebih menyayat hati
for good design more compelling
tak bisa lebih menarik
and concentrated.
sangat kuat dan pekat.
to reach out across disciplines
untuk menyapa disiplin ilmu lain
into this big conversation.
pemikiran akan desain dalam hal ini.
menjadi sekarat.
opportunity in front of us,
bagaimana cara kita meninggal dunia.
about death isn't being dead,
dari kematian bukanlah kematiannya,
it can be very helpful
sangatlah perlu
which is necessary as it is,
yang bagaimanapun kita alami,
essential part of life, part of the deal,
bagian dari kehidupan, tak terpisahkan,
to make space, adjust, grow.
menyesuaikan diri, bertumbuh.
to realize forces larger than ourselves.
ada kekuatan yang lebih besar dari kita.
became fact, fixed --
menjadi sebuah fakta, bersifat tetap --
reject this fact than reject myself.
menolak fakta ini dibanding menolak diri.
but I learned it eventually.
Tapi pada akhirnya saya paham.
about necessary suffering
tentang penderitaan alami
is where healing happens.
di mana proses penyembuhan berlangsung.
as we learned yesterday --
seperti yang kita pelajari kemarin --
on the other hand,
di sisi lain,
is unnecessary, invented.
tidak perlu dibuat.
since this brand of suffering is made up,
karena penderitaan ini adalah buatan,
something we can affect.
sesuatu yang bisa kita ubah.
to this fundamental distinction
akan perbedaan mendasar ini
and unnecessary suffering
dan penderitaan buatan
design cues for the day.
tiga petunjuk desain kita hari ini.
as people who care,
sebagai orang yang merawat,
not add to the pile.
bukan menambahnya.
of a reflective advocate,
penasihat reflektif,
important field but poorly understood --
bidang penting namun kurang dipahami --
limited to end of life care.
pada perawatan di akhir hayat.
and living well at any stage.
dan hidup yang baik di setiap tahap.
menjadi sekarat dalam waktu dekat
have to be dying anytime soon
on top of long-standing HIV.
lanjut dengan HIV yang berkepanjangan.
dan rasa lelahnya,
out loud together about his life --
memikirkan tentang hidupnya --
rasa kehilangan yang terus menghampiri,
his losses as they roll in,
the next moment.
menghadapi momen berikutnya.
but regret, quite another.
tapi penyesalan, adalah hal lain.
out of a Norman Rockwell painting --
lukisan Norman Rockwell --
satu hari dia datang ke klinik
when he came into clinic one day,
down the Colorado River.
arung jeram di Sungai Colorado.
and his health, some would say no.
kesehatannya, sebagian akan bilang tidak.
while he still could.
selagi dia masih bisa.
perjalanan yang menakjubkan:
scorpions, snakes,
kalajengking, ular,
of the Grand Canyon --
dinding menyala Grand Canyon --
beyond our control.
di luar kendali kita.
so many of us would make,
yang tentu akan kita ambil
what is best for ourselves over time.
mengetahui apa yang terbaik bagi kita.
is a shift in perspective.
tentang pergeseran perspektif.
when I went back to college,
saat saya kembali kuliah,
ke sejarah seni.
I'd learn something about how to see --
saya akan memahami bagaimana melihat --
for a kid who couldn't change
seorang anak yang tidak bisa mengubah
we humans get to play with,
yang manusia harus berurusan dengannya,
at an amazing place in San Francisco
di tempat yang luar biasa di San Fracisco
that helps with this shift in perspective.
yang membantu pergeseran perspektif ini.
wheeling the body out through the garden,
membawa jenazahnya melewati taman,
nurses, volunteers,
perawat, relawan,
with flower petals.
dengan bunga-bungaan.
to usher in grief with warmth,
untuk meringankan duka dengan kehangatan,
in the hospital setting,
di lingkungan rumah sakit,
lined with tubes and beeping machines
dengan selang dan bunyi-bunyi mesin
even when the patient's life has.
meskipun pasien telah tiada.
the body's whisked away,
jenasah dibawa pergi,
had never really existed.
orang tersebut tak pernah ada.
in the name of sterility,
demi kesterilan lingkungan.
membuat kita tidak nyaman,
within those walls is numbness --
dinding rumah sakit adalah rasa kebas --
the opposite of aesthetic.
adalah lawan dari estetika.
I am alive because of them.
saya tetap hidup karenanya.
rumah sakit terlalu banyak.
and treatable illness.
dan penyakit yang bisa disembuhkan.
that's not what they were designed for.
mereka tidak dirancang untuk itu.
giving up on the notion
can become more humane.
berada di unit luka bakar
in Livingston, New Jersey,
di Livingston, New Jersey,
great care at every turn,
sangat baik di setiap tahap,
palliative care for my pain.
untuk rasa sakit saya.
complaining about driving through it.
karena harus melewatinya.
coming down all sticky.
salju yang turun dan menempel.
smuggled in a snowball for me.
sebuah bola salju untuk saya.
holding that in my hand,
saya rasakan saat menggenggamnya,
onto my burning skin;
ke kulit saya yang terluka bakar;
and turn into water.
meleleh dan berubah menjadi air.
in this universe mattered more to me
di semesta ini lebih penting bagi saya
all the inspiration I needed
semua inspirasi yang saya butuhkan
and be OK if I did not.
dan menerima kalaupun saya tidak.
I've known many people
saya mengenal banyak orang
some final peace or transcendence,
kedamaian sejati atau pencerahan,
by what their lives had become --
dengan kehidupan yang mereka jalani --
living with chronic and terminal illness,
dengan penyakit kronis dan terminal,
or prepared for this silver tsunami.
dengan gelombang usia tua ini.
dynamic enough to handle
cukup dinamis untuk menangani
something new, something vital.
sesuatu yang baru dan vital.
for designers of all stripes to work with.
desainer di segala bidang untuk bekerja.
who are closer to death:
yang sebentar lagi akan meninggal:
and unburdening to those they love;
dan tidak membebani yang mereka cintai;
of wonderment and spirituality.
kekaguman dan spiritualitas.
from our residents in subtle detail.
tentang detail kecil.
one day to the next due to ALS.
karena ALS.
while she has them.
selagi ia memilikinya.
at the foot of her bed,
kaki ranjangnya,
di kulitnya yang kering,
coursing through her veins --
melalui pembuluh darahnya --
where in a moment, in an instant,
di satu momen, dalam sekejap,
loving our time by way of the senses,
menghargai waktu kita dengan indera,
doing the living and the dying.
yang mengalami hidup dan mati.
is our kitchen,
adalah dapur kami,
can eat very little, if anything at all.
hanya makan sedikit, itupun kalau bisa.
sustenance on several levels:
makanan di beberapa level:
happening under our roof,
di tempat kami,
interventions we know of,
terbukti dan bekerja,
the possibility of accessing
peluang untuk merasakan
menjadi manusia, terhubung.
living and dying with dementia.
menderita dengan demensia.
the things we don't have words for,
yang kita tak mampu ungkapkan dengan kata,
of the system was our first design cue,
dari sistem adalah petunjuk desain pertama
by way of the senses,
the aesthetic realm --
and final bit for today;
ketiga dan terakhir untuk hari ini;
to set our sights on well-being,
mengalihkannya ke kesejahteraan,
dan pelayanan kesehatan
membuat hidup yang lebih indah,
more wonderful,
or human-centered model of care,
penyakit dan pada pasien/orang,
becomes a creative, generative,
kreatif, generatif,
highest forms of adaptation.
bentuk adaptasi terbaik kita.
it takes to be human.
perlukan untuk menjadi manusiawi.
menghasilkan masakan.
has given rise to architecture.
melahirkan arsitektur.
yang tak terpisahkan dari kehidupan,
is a necessary part of life,
terhadap kenyataan ini?
we take a light approach to dying
menganggap remeh menjadi sekarat
any particular way of dying.
untuk menderita.
that cannot move,
tak bisa digoyahkan,
we will all kneel there.
kita semua akan bertekuk lutut di sana.
agar kita memberi ruang --
to play itself all the way out --
kehidupan untuk bersenang-senang --
getting out of the way,
a process of crescendo through to the end.
menjadi proses menuju puncak penghujung.
mencoba hal itu.
lebih dulu,
one way or another.
entah dalam cara apapun.
around this fact,
berdasarkan ini,
a shock of beauty or meaning
menemukan keindahan atau makna,
for a perfect moment,
sebuah momen sempurna,
dengan sungguh-sungguh,
untuk hidup dengan baik --
ABOUT THE SPEAKER
BJ Miller - Palliative care physicianUsing empathy and a clear-eyed view of mortality, BJ Miller shines a light on healthcare’s most ignored facet: preparing for death.
Why you should listen
Palliative care specialist BJ Miller helps patients face their own deaths realistically, comfortably, and on their own terms. Miller is cultivating a model for palliative care organizations around the world, and emphasizing healthcare’s quixotic relationship to the inevitability of death. He is a hospice and palliative medicine physician and sees patients and families at the UCSF Helen Diller Family Comprehensive Cancer Center.
Miller’s passion for palliative care stems from personal experience -- a shock sustained while a Princeton undergraduate cost him three limbs and nearly killed him. But his experiences form the foundation of a hard-won empathy for patients who are running out of time.
BJ Miller | Speaker | TED.com